9 Asas Hukum Acara Pidana adalah

Asas Hukum Acara Pidana : Hukum acara pidana adalah peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan pemerintahan melaksanakan tuntunan, memperoleh keputusan pengadilan, oleh siapa keputusan pengadilan itu harus dilaksanakan, jika ada seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan pidana. Hukum acara pidana memberikan petunjuk kepada aparat penegak hukum bagaimana prosedur untuk mempertahankan hukum pidana materiil, bila ada seseorang atau sekelompok orang yang disangka atau dituduh melanggar hukum pidana.

Asas hukum acara pidana

Asas Hukum Acara Pidana.

Hukum Acara Pidana memliki beberapa asas, diantaranya adalah ;

1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.
Dalam pasal 50 KUHAP ditentukan bahwa tersangka dan terdakwa mempunyai hak-hak:
a. Segera diberitahukan dengan jelas tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu mulai pemeriksaan (ayat (1);
b. Segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penunutut umum (ayat (2);
c. Segera diadili oleh pengadilan (ayat (3).

Pasal 106, 107 ayat (3), 110, 138, dan 140 KUHAP menunjukkan juga keharusan tentang cepatnya penyelesaian suatu perkara pidana.

2. Asas Praduga Tidak Bersalah.
Asas ini mempunyai makna bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan diahadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini termuat dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman (sekarang terdapat dalam pasal 8 undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan penjelasan umum butir 3c KUHAP.

3. Asas Oportunitas.
Asas oportunitas adalah asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan perbuatan pidana demi kepentingan umum. Asas ini diatur pada undang-undang nomor 5 tahun 1991.

4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum.
Asas ini mempunyai kandungan arti bahwa pengadilan sifatnya terbuka untuk umum, karena apabila putusan hakim diucapkan dalam sidang tertutup, putusan itu tidak akan berlaku, karena dianggap tidak sah. Ketentuan ini diatur dalam pasal 18 undang-undang nomor 14 tahun 1970 (pasal 19 ayat (1) undang-undang nomor 4 tahun 2004) dan pasal 195 KUHAP. Pasal-pasal rersebut menentukan bahwa: semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim.
Maksud asas ini adalah bahwa didepan pengadilan kedudukan semua orang sama maka mereka harus diperlakukan sama. Ketentuan tentang asas tersebut terdapat dalam pasal 19 ayat (1) undang-undang nomor 4 tahun 2004) menentukan bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

6. Asas Peradilan dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Bersifat Tetap.
Asas ini menandaskan bahwa putusan tentang salah atau tidaknya perbuatan terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Maksudnya hakim-hakim itu diangkat oleh kepala Negara sebagai hakim tetap.

7. Asas Tersangka dan Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum.
Asas ini diatur dalam pasal 69-74 KUHAP. Dalam pasal tersebut tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas misalnya:
a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan;
b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan;
c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan setiap waktu;
d. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka atau terdakwa.

Baca juga:
8. Asas Akusator dan Inkisitor.
KUHAP secara tegas menganut asas akusator. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kebebasan yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa, khususnya untuk mendapat bantuan hukum. Dengan diberinya bantuan hukum pada si tersangka atau terdakwa pada semua tingkat pemerikasaan berarti KUHAP tidak lagi membedakan status tersangka atau terdakwa pada pemeriksaan pendahuluan dan di depan sidang pengadilan.

Asas akusator memberikan kedudukan sama pada tersangka atau terdakwa terhadap penyidik atau penuntut umum ataupun hakim. Lain halnya dengan asas inkisitor yang menjadikan si tersangka objek dalam pemerikasaan pendahuluan, pada saat itu tersangka hanya dijadikan alat bukti, karena biasanya diharapkan pengakuannya.

9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan dengan Lisan.
Asas ini menandaskan bahwa pemeriksaan sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara lisan dan langsung terhadap terdakwa maupun para saksi.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Reception In Complexu Van Der Berg Dalam Hukum Adat adalah

Sifat Politik Hukum

Pengertian Delik Adat Menurut Para Ahli